![]() |
Dr.Iswadi,M.Pd |
Jakarta I Gebrak24.com - Pendidikan adalah fondasi pembangunan bangsa. Dalam kerangka pemikiran ini, Dr. Iswadi, alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta dan pendiri gerakan Pejuang Pendidikan Indonesia, mengemukakan gagasan penting mengenai urgensi sentralisasi tata kelola guru.
Menurutnya, ini bukanlah tentang memperkuat kontrol dari pusat, tetapi merupakan strategi holistik untuk menjamin bahwa setiap anak Indonesia, di mana pun berada, memiliki akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan bermartabat.Salah satu problem utama dalam sistem pendidikan nasional adalah ketimpangan kualitas guru antara wilayah perkotaan dan daerah terpencil.
Model desentralisasi yang saat ini berlaku, menurut Dr. Iswadi, justru memperdalam kesenjangan karena kebijakan distribusi guru dijalankan sesuai dengan dinamika dan kapasitas birokrasi masing-masing daerah. Akibatnya, daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) kerap kekurangan guru berkualitas.
Melalui sentralisasi, distribusi guru dapat dilakukan lebih adil dan sistematis. Pemerintah pusat memiliki otoritas untuk menentukan formasi, kualitas, dan penempatan guru berdasarkan data kebutuhan riil. Insentif khusus juga bisa dirancang untuk memotivasi guru berprestasi agar bersedia mengabdi di daerah-daerah yang selama ini kekurangan tenaga pendidik.
Dr. Iswadi menyoroti bahwa dalam sistem desentralisasi, mutasi, promosi, hingga tunjangan guru sering kali tidak berdasarkan kinerja dan kompetensi, melainkan faktor politis dan kedekatan dengan pejabat lokal. Ini menciptakan ketidakadilan struktural dalam karier guru.
Dengan tata kelola terpusat, promosi dan mutasi akan didasarkan pada meritokrasi. Guru akan diperlakukan secara profesional, bebas dari tekanan politik lokal, dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang berdasarkan kemampuan dan kontribusinya terhadap pendidikan.
Dr. Iswadi menekankan pentingnya standarisasi pelatihan dan evaluasi guru secara nasional. Ia mendorong pelatihan berkelanjutan yang mencakup tidak hanya pedagogi modern, tetapi juga penguatan karakter seperti integritas, empati, dan kecakapan digital. Dengan kurikulum pelatihan yang seragam dan reguler, kualitas guru dapat ditingkatkan secara menyeluruh dan terukur.
Penilaian terhadap guru pun harus berbasis data dan indikator yang objektif. Jika dikelola pusat, maka evaluasi dapat dilakukan secara adil, transparan, dan jauh dari konflik kepentingan lokal.
Masalah keterlambatan penggajian guru yang sering terjadi di berbagai daerah merupakan dampak dari birokrasi berlapis. Dr. Iswadi mengusulkan agar sistem penggajian guru disentralisasi dan dilindungi melalui Keputusan Presiden (Keppres). Dengan demikian, proses pencairan gaji dan tunjangan akan lebih cepat, transparan, dan tepat sasaran.
Lebih dari itu, kesejahteraan guru tidak hanya mencakup gaji, tapi juga akses terhadap layanan kesehatan, pelatihan, dan perlindungan hukum. Guru honorer dan guru di pelosok pun berhak mendapat perhatian yang sama dalam hal ini. Sentralisasi diyakini mampu memperluas cakupan dan efektivitas program-program kesejahteraan tersebut.
Dr. Iswadi turut menyinggung kekhawatiran para guru dalam menjalankan fungsi disipliner karena takut terkena masalah hukum. Ia mengusulkan adanya imunitas terbatas bagi guru, selama tindakan mereka sesuai dengan kode etik profesi dan standar operasional prosedur. Perlindungan semacam ini sudah diterapkan di negara maju dan terbukti efektif menjaga marwah pendidik. Sentralisasi memungkinkan penyusunan regulasi dan mekanisme pengawasan yang menyeluruh dan seragam secara nasional.
Sentralisasi juga mendukung integrasi nilai-nilai karakter dalam sistem pendidikan nasional. Menurut Dr. Iswadi, guru bukan sekadar penyampai materi, tetapi juga pembentuk watak dan moral bangsa. Oleh karena itu, pelatihan karakter wajib diterapkan secara nasional agar nilai-nilai seperti kejujuran, disiplin, dan toleransi.(red/rj/ops/mi)