Aceh Utara I Gebrak24.com - Dengan dilantiknya H. Mawardi Zakria sebagai Keuchik Gampong Ulee Pulo Kecamatan Dewantara Aceh Utara diharapkan industri Batu bata tradisional yang masih berkembang di gampong Ulee Pulo tetap menjadi material utama pembangunan, gedung, perkantoran dan properti lainnya di Aceh.
Meskipun dewasa ini sudah ditemukan inovasi bahan pengganti batu bata dalam membuat bangunan, tetapi sebagian besar masyarakat Aceh masih menggunakan batu bata yang justru pembuatannya melalui teknologi tradisional.
Terhadap industri batu bata di gampong Ulee Pulo Aceh Utara yang masih merupakan sentra industri pembuatan batu bata terbesar dan sudah dikenal hingga ke luar Aceh. Demikian penuturan sejumlah warga Gampong Ulee Pulo, Kecamatan Dewantara saat ditanyakan usai acara pelantikan Keucik di kantor camat kemarin 29 oktober 2025.
Dijelaskan, hadirnya industri industri besar di Aceh utara ssat itu telah membuka peluang banyak penduduk disini untuk membangun industri batu bata, apalagi mendapat keuntungan besar”, ceritanya.
Dijelaskan, meskipun kalangan industri industri besar ketika itu coba menciptakan sendiri batu bata yang terbuat dari semen tetapi sebagian besar masyarakat lainnya tetap fanatik menggunakan batu bata yang dihasilkan melalui teknologi tradisional.
Kenadati dalam prosesnya selain banyak menguras tenaga juga memakan waktu panjang karena peralatan yang digunakan mengandalkan tenaga manusia.
“Didukung lahan tanah yang mempunyai tekstur sangat liat dan tidak terlalu banyak mengandung pasir adalah menjadi pilihan, batu bata yang dihasilkan menjadi bermutu tinggi.
Selain itu semua industry batu bata disini rata rata lebih dekat dengan sumber air menjadi lebih membantu dalam proses pembuatannya”, kisahnya..
Diceritakan, kondisi tanah dan sumber air yang dimiliiki, itulah yang telah membawa kawasan ini menjadi sentra industri batu bata terbesar dan terkenal.
Begitu juga terhadap lokasi usaha yang mudah terjangkau transportasi karena dekat dengan jalan negara, hingga kepada pembuatan, tempat untuk pencetakan, penjemuran, pembakaran dan penampungan batu bata lebih siap dan mudah dipasarkan.
Dijelaskan pula, tanah di daerah ini merupakan tanah berkualitas tinggi dan tingkat kekuatan serta kualitas terjamin.. Namun karena banyak pemilik “Dapu Bata” disini terbatas lahan tanah kebanyakan dari mareka harus membeli tanah lalu diolah. “Kami memulai usaha.pembuatan batu bata ini sudah lebih 50 tahun yang merupakan usaha turun temurun dengan modal pinjaman Bank,“ sebutnya..
Dikatakan, usaha yang mengururas tenaga, banyak liku liku yang harus dilakukan ini, mulai membeli tanah, ongkos injak, ongkos cetak, jemur, bongkar muat truk, beli kayu bakar hingga biaya perawatan. “Proses pembuatan hingga pemasaran terkadang lebih satu bulan”, ujarnya.
Dia menambahkan, hampir semua pemilik dapu bata mengandalkan modal melaui pinjaman Bank. “Bila lancar pemasaran tidak terhambat pengembalian. Namun bila macet, macet pula pengembalian, inilah resiko yang banyak dialami pemilik dapu bata disini,” ungkapnya..
Dalam hubungan ini sangat berharap kepada Pemerintah serta BUMN ysng beroperasi di Aceh untuk sedikit menaruh perhatian terhadap industri batu bata tradisional yang dikelola masyarakat.
Dimohon ada penjamin dan penyandang modal dengan bunga rendah. “ dengan mengandalkan pinjaman Bank banyak pemilik dapu bata terpaksa tutup karena tidak mampu membayar bunga Bank yang tinggi,” keluhnya. (Usman Cut Raja)

.jpg)

